Paket Harum kini menjadi artis dadakan di Manggarai Timur. Betapa tidak, paket yang mengusung Siprianus Habur dan Lucius Modo itu selalu menjadi buah bibir akar rumput.
Bahkan, paket lain atau pihak oposan pun tak bisa membendung derasnya elektabilitas Sipri dan Luko itu. Alhasil, kampanye hitam di media sosial berseliweran. Akun palsu bertaburan menggiring opini walaupun nihil fakta.
Namun itulah wajah demokrasi prosedural. Semua hal dibicarakan tampa disaring sebelum disharing. Intinya, kampanye hitam berjalan. Diduga cuan bekerja dalam pena yang tengah dipegang. Miris.
Sipri-Luco tetap dicintai rakyat. Salah satu fakta yang tak terbantahkan saat acara Selek di Kampung Kedel, Desa Watu Lanur, Kecamatan Lamba Leda Selatan. Warga dari berbagai wilayah datang mendukung secara moril untuk kemenangan paket Harum.
Rakyat tersebut hakulyakin bahwa sandaran terbaik bagi meraka untuk lima tahun ke depan ada pada Sipri-Luko. Ini bicara hati nurani. Bukan suara hati yang mudah goyah.
Rakyat kini butuh perubahan. Harapan modernisasi pembangunan. Demi kesejahteraan bersama (Bonum commune). Sebab wajah Kabupaten yang lahir pada tahun 2007 silam itu masih butuh perubahan. Bahkan segala aspek baik Sumber Daya Manusia (SDM) maupun infrastruktur.
Akar rumput telah sadar bahwa narasi kebohongan elit yang pernah memimpin sangat menyengsarakan. Sebab tak ada hasil yang maksimal. Antara kata dan tindakan jauh panggang dari api. Janji politik hanya benar-benar demi kepentingan elektoral.
Karena itu, Sipri dan Luko adalah harapan baru. Harapan untuk keluar dari stereotip ketertinggalan. Harapan supaya disegani daerah lain di NTT. Bahkan mungkin Indonesia. Idealisme dan cinta kasih adalah modal utama membawa Matim menjadi daerah yang disegani. Sipri dan Luko adalah jawabannya.
Seruput Energen
Robertus Marson