JAKARTA – Fraksi Nasdem Komisi III DPR RI mengusulkan supaya mengevaluasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Hal tersebut dikatakan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo guna memastikan Permendag tersebut memiliki pelanggaran hukum untuk dijadikan alat kejahatan.
“Sebaiknya hal itu dievaluasi dan dikoreksi kalau memang merugikan industri tekstil kita,” ujar Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).
Namun Rudianto meminta pemerintah supaya selamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang diduga salah satu korban terbitnya Permendag No 8 Tahun 2024.
“Sritex ini kan aset negara kita. Justru garmen ini harus tetap hidup, negara harus hadir menjaga industri garmen kita. Kalaupun kemarin ada putusan pailit itu, perintah Presiden kan selamatkan. Jangan sampai ada PHK pekerja Sritex,” tegasnya.
Rudianto menegaskan, industri tekstil dalam negeri harus diperkuat. Kalau ada Permendag yang memberi peluang besar pada asing untuk masuk ke Indonesia seharusnya dibatasi. Jangan sampai Permendag ini merugikan industri dalam negeri.
“Presiden Prabowo harus membangkitkan industri dalam negeri. Bagaimana industri dalam negeri ini diperkuat, industri tekstil khususnya. Kalau ada Kemendag memberi ruang asing impor ini tentu kan merugikan industri dalam negeri,” tukasnya.
Diketahui, Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan menyebut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 telah mengganggu operasional industri tekstil dalam negeri.
“Kalau itu (mengganggu operasional) secara nyata pasti iya. Karena teman-teman kita juga kena, banyak teman-teman di tekstil ini,” ujar Iwan saat ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (28/10/2024).
Ia menuding lahirnya Permendag 8/2024 telah membuat sejumlah pelaku usaha industri tekstil terpukul secara signifikan hingga pada akhirnya gulung tikar.
Adapun satu per satu pabrik tekstil di Indonesia dilaporkan tutup dan bangkrut hingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai lebih dari 15 ribu orang.