BORONG – Polres Manggarai Timur (Matim) tak mempunyai hak melarang masyarakat sipil untuk melakukan aksi demonstrasi di depan umum. Sebab hal tersebut telah dijamin konstitusi.
Hal tersebut diutarakan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menanggapi pernyataan Kapolres Matim, AKBP Suryanto yang melarang Pemuda Peduli Demokrasi (PPD) melarang aksi demonstrasi di kantor KPU Matim yang sudah viral di media sosial maupun media mainstream.
“(Polres Matim) tidak boleh (melarang demonstrasi). Itu sama dengan melarang demokrasi,” ujar Fickar kepada Journalpost.id, Selasa (3/12/2024).
Fickar menegaskan, kewajiban para demonstran membuat surat pemberitahuan kepada pihak keamanan. “Itu pun dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan demonstran,” tegasnya.
Beda ceritanya kata Fickar kalau para demonstran merusak barang dan menganiaya orang lain. Hal tersebut bisa dipidana. “Itu pidana murni,” tegasnya.

Namun Suryanto mengubah pernyataannya kepada media ini. Dia memastikan tak melarang aksi demonstrasi. “Bukan melarang demo tapi kalau demo harus izin,” ujar Suryanto kepada Journalpost.id, Selasa (3/12/2024).
Suryanto memastikan, Pemuda Peduli Demokrasi belum membuat surat pemberitahuan aksi ke Polres. “Belum buat surat,” tegasnya.
Saat ditanya apakah akan tetap melarang para demonstran saat melayangkan surat pemberitahuan kepada Polres, Suryanto enggan menjawab. Dia malah bicara soal pencopotan sebagai Kapolres.
“Dengan beredarnya video tersebut, mungkin saya akan dianggap gagal dan dicopot. Saya berharap Kapolres ke depan bisa lebih baik dan memikirkan peningkatan SDM di Manggarai Timur,” tegasnya.
Saat ditanyakan maksud pernyataan tersebut, Suryanto berdalih soal polisi yang selalu disalahkan oleh masyarakat.
“Maksudnya, selama ini kan kalau ada yang viral biasanya Polri yang disalahkan. Mau benar salah, biasanya dinilai salah di medsos. Saya bekerja ikhlas di Manggarai Timur,” tegasnya.
Namun Suryanto menilai, aksi unjuk rasa di kantor KPU tidak tepat. Para demonstran disarankan untuk menyampaikan aspirasi di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Untuk masalah penyampaian aspirasi di KPU tidak tepat, harus ke Bawaslu,” bebernya.
Diketahui, Pemuda Peduli Demokrasi akan menggelar aksi demontrasi di kantor KPU Borong pada Jumat (6/12/2024). Dalam aksinya, para demostran menuntut beberapa hal.
Antara lain: soal temuan para ASN yang ikut kampanye hitam, para Kepala Desa, adanya politik uang dan perselisihan suara pemilihan gubernur dan pemilihan bupati yang sangat fantastis.
Atas viralnya informasi ini, Suryanto pun dengan tegas melalui video bahwa pihaknya tidak memberikan izin terkait aksi tersebut. “Demonstrasi adalah hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Namun, setiap aksi harus memiliki izin. Untuk aksi ini, saya pastikan Polres Manggarai Timur tidak akan memberikan izin,” kata Suryanto.
Aturan soal unjuk rasa diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa penyelenggaraan penyampaian pendapat di muka umum, diwajibkan untuk memberitahukan secara tertulis. Surat ditujukan kepada pejabat kepolisian di mana kegiatan tersebut dilaksanakan.
Salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh negara adalah menyampaikan pendapat. Pasal kebebasan berpendapat diatur dalam UUD 1945 Pasal 28E.
Adapun bunyi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 adalah sebagai berikut “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Pasal tentang kebebasan berpendapat ini diatur lebih lanjut dalam UU 9/1998 yang membagi bentuk penyampaian pendapat di muka umum dengan: unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan atau
mimbar bebas.