JAKARTA – Pengamat militer dan inteligen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, Tim Pengawas (Tim was) Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sudah ada sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Intelijen Nomor 17 Tahun 2011 silam.
“Kelebihan dari Timwas ini adalah terdiri dari berbagai sudut pandang karena anggotanya dari anggota DPR RI berasal dari parpol-parpol yang berbeda,” ujar Susaningtyas kepada Journalpost.id, Selasa (3/12/2024).
Namun kata Susaningtyas, Timwas tersebut mempunyai titik kelemahan. Pasalnya, anggotanya jarang bertahan lama dalam Timwas tersebut.
“Kelemahannya karena terdiri dari anggota DPR RI maka keberadaannya jarang yang lama dalam Timwas itu. Sebagai anggota belum tentu terpilih lagi, pindah komisi atau berhalangan tetap/wafat,” bebernya.
Secara positif kata Susaningtyas, Timwas dapat memberi sejumlah masukan agar kinerja intelijen lebih baik. Tetapi di sisi lain bisa juga kadang membuat kinerja intelijen yang umumnya memiliki kompartementasi menjadi agak ribet.
“Karena anggota timwas cenderung ingin proses intelijen itu terbuka. Tidak semua bisa terbuka. Tetap rahasia negara harusnya diutamakan,” tukasnya.
Diketahui, DPR RI membentuk Tim Pengawas Intelijen. Tim tersebut di bawah koordinasi Sufmi Dasco Ahmad sebagai Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam).
Tim Pengawas Intelijen tersebut resmi dilantik oleh Ketua DPR Puan Maharani di Ruang Komisi I DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024).
Pembentukan Tim Pengawas Intelijen ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dalam Pasal 43 ayat (2) UU itu disebutkan bahwa pengawasan eksternal penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang khusus menangani bidang intelijen, dalam hal ini adalah Komisi I DPR.
Redaktur : Odorikus Holang