LABUAN BAJO – Binatang purba, Komodo tak hanya mendatangkan manfaat secara ekonomi bagi warga Manggarai Barat. Khususnya warga sekitar kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) melainkan juga membawa mudarat.
Pasalnya, komodo mempunyai sifat buas yang bisa menerkam siapa saja. Kasus terbaru dialami oleh Hamra, warga Waerbo, Dusun Kerora, Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo.
Atas persoalan ini, sejatinya pemerintah wajib membatasi ruang gerak Komodo dengan kehidupan warga. Salah satunya, membangun pagar besi di wilayah tersebut. Salah satu kampung yang belum dipagar adalah Waerbo. Hal tersebut pun dikeluhkan warga setempat.
Warga Desa Pasir Panjang, Basir menyebut, kebutuhan pagar saat ini sangat mendesak demi keselamtan warga kampung dari serangan Komodo.
Menurut Basir, pihaknya yang tinggal di kawasan TNK sangat menginginkan kenyamanan. Sebab pihaknya hidup berdampingan dengan Komodo sejak lahir.
“Maka sewaktu-waktu jika kami lengah, Komodo akan menerkam. Sehingga sangat urgen untuk pagar pengaman ini, harus ada demi kenyamanan dan keselamatan warga kampung Waerbo,” kata Basir kepada Journalpost.id, Senin (23/12/2024).
“Pagar pengaman untuk warga kampung Waerbo segera diwujudkan untuk menghindari korban berikutnya (korban gigitan Komodo),” tambahnya.
Sementara Kepala Desa Pasir Panjang, Nurdin menegaskan bahwa, pembangunan pagar kampung tersebut merupakan tanggungjawab Badan TNK. Lokasi yang belum dipagar saat ini seluas 2 ribu meter. “Sampai sekarang belum ada tindak lanjut (pemagaran tersebut-red),” kata Nurdin.

Sedangkan Kepala BTNK, Hendrikus Rani Siga mengatakan, kewajiban pemagaran kampung merupakan program nasional. Bahkan, pihaknya telah mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan.
“Sebenarnya untuk anggaran pemagaran kampung, itu sudah menjadi program nasional. Itu selalu kami usulkan ke pusat supaya dilakukan pemagaran karena pemagaran itu diperuntukan keamanan masyarakat yang hidup dalam kawasan,” jelasnya.
Sebenarnya lanjut Hendrikus mempunyai niat untuk membuat pagar tersebut. Namun anggaran terbatas sehingga tak bisa melanjutkan proyek tersebut.
“Harapnnya, di tahun yang akan datang ini anggarannya bisa segera di alokasikan untuk melakukan pemagaran di kampung yang belum dilakukan pemagaran,” katanya.
Diketahui, korban yang digigit komodo sebanyak 42 kasus. Peristiwa tersebut sejak tahun 1997 hingga 2024. “Ada wisatawan, ada petugas, dan ada masyarakat,” jelasnya.
Hendrikus merinci, korban yang digigit Komodo tersebut antara lain 10 kejadian terjadi pada petugas, 2 wisatawan dan 30 masyarakat 30. Dalam hal ini, masyarakat yang tinggal dalam kawasan TNK dan masyarakat di luar kawasan. “Korban yang meninggal dunia ada 4 orang,” katanya.

Hendrikus pun menghimbau kepada masyarakat agar selalu waspada. “Hanya itu yang bisa kita lakukan. Adapun upaya lain dengan melakukan pemagaran antara kawasan dan perkampungan,” tukasnya.