LABUAN BAJO – Kepala Desa Galang, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, NTT Dionisius Maun memecat empat aparat desa yang disebutnya tidak masuk kantor selama 300 hari kerja dalam setahun. Kades Galang mengeklaim menjalankan aturan kedisiplinan.
Hal ini disampaikan Dion usai rapat mediasi di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMD), Labuan Bajo yang dipimpin langsung oleh Kadis PMB, Pius Paut pada Kamis (15/01/2024),
Adapun keempat aparat Desa Galang yang dipecat yaitu Hermanto Juanda, Afrida Jelita, Fransiskus Menggol dan Agustinus Pantiarso. “Karena tidak masuk kantor, selama 300 hari dalam setahun,” kata Dion.
Bagi Dion, pemecatan tersebut telah melalui mekanisme yang berlaku dengan melayangkan surat usulan pemecatan ke pihak kecamatan, pada 28 Oktober2024. Namun kata Dion, pihak kecamatan lamban merespon surat usulan pemecatan tersebut.

Atas hal tersebut, Dion membuat evaluasi akhir tahun kepada semua perangkat Desa. Dan, empat orang tersebut memiliki catatan merah yang tak sedikit.
“Ditemukan dari daftar hadir dari Januari sampai Desember akhir 2024, itu dikalkulasi 300 hari mereka tidak masuk kantor, sehingga dikeluarkan SK pemecatan,” bebernya.
Adapun rapat mediasi yang dilakukan di kantor BPMD sama sekali tidak ada hasil yang pasti. Meskipun rekomendasinya beruding secara kekeluargaan. Bagi Dion, semua kemungkinan alternatif solusi diterimanya.
“Itu tergantung pada pihak yang bersangkutan. Kalau ditindaklanjuti di jalur hukum atau keluarga, saya siap”, jelasnya.
Dion tak membantah pihaknya memotong gaji aparat desa yang dipecat tersebut. Hal tersebut merupakan kesepakatan bersama dari perangkat desa. Namun hanya kesepakatan lisan.
“Itu benar dan atas dasar kesempakatan bersama semua aparat desa, dan itu dipotong untuk gaji unsur staff desa,” tegasnya.
Namun Dion membantah isu pemecatan tersebut atas dasar rekomendasi dari Camat Welak. “Bukan dari Pak Camat,” cetusnya.
Fransiskus Menggol, aparat yang dipecat Dion membantah pernyataan soal kalkulasi absen kehadiran kerja. “Dapat kami sampaikan bahwa, kami memiliki berbagai jenis ketidakhadiran, dua orangnya ada yang 18 hari dan dua orang ada yang 13 hari,” kata Fransiskus.
“Kalkulasi yang kami peroleh berdasarkan apa yang diisi dalam buku absen, yang sekarang dipegang oleh kepala desa,” celetuk Afrida Jelita.
Adapun SK Pemecatan menurut Afrida selaku Kasi Pelayanan diterima pada tanggal 9 Januari 2025. Sejak itu mereka tidak kerja lagi. “Kami non-aktif kerja semenjak SK Pemecatan kami terima pada tanggal 9 Januari 2025,” jelasnya.
Soal pemotongan gaji, Afrida mengaku selalu dipotong. “Saya juga tidak tahu keperluannya Kades. Intinya di setiap penerimaan gaji tidak pernah tidak dipotong,” tegasnya.
Seharusnya kata Afrida, gaji yang diterima selama 5 bulan senilai Rp10 juta. Tetapi faktanya dalam periode Juli-Oktober 2024 hanya menerima Rp7 juta. Akan tetapi, berdasarkan mediasi, Kades siap untuk membayar gaji yang dipotong tersebut.
Sementara Camat Welak, Avelinus Joni mengaku telah menerima surat keterangan (SK) pemecatan tersebut. Namun pihak kecamatan tak menyetujui usulan tersebut. Pasalnya, tidak sesuai prosedur atau aturan yang berlaku.
“Kami tidak setuju dengan usulan pemberhentian karena buktinya tidak mendukung sesuai peraturan yang berlaku,” jelas Joni kepada wartawan, Jumat (17/01/2025).
Bahkan kata Joni, pihak kecamatan juga, telah melayangkan surat keberatan ke Kepala Desa, dikeluarkan pada tanggal 5 November 2034, dengan Nomor: Pemdes. 140/241/XI/2024.
Sementara Kadis PMD, Pius Paut menjelaskan bahwa keputusan Kades Galang adalah cacat hukum. “Kami menemukan bahwa kepala desa tidak mengikuti sepenuhnya mekanisme pemberhentian aparat desa sesuai Perbub Nomor 17 dan Perbub 23 Tahun 2023,” jelas Pius di ruangan kerjanya.
Pius pun menyarankan agar Dion harus membayar semua gaji para aparat desa yang dipotong. “Menurut kepala desa pemotongan gaji itu berdasarkan kesepakatan bersama, tetapi setelah kami telusuri, tidak tertulis itu kesepakatan, sehingga kami menghimbau itu dikembalikan. Karena itu hak mereka,” tukasnya.