JAKARTA – Komisi III DPR RI mendukung langkah kepolisian yang menghapus tilang manual. Hal tersebut dinilai langkah bijak korps Bhayangkara supaya lebih transparan.
Hal tersebut diutarakan anggota Komisi III DPR RI Surahman Hidayat menanggapi langkah Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya yang secara resmi mengimplementasikan sistem tilang atau cakra presisi sejak Senin (20/1/2025).
“Saya menyambut dengan baik langkah kepolisian untuk menghapus tilang manual dan sepenuhnya beralih ke sistem tilang elektronik. Kebijakan ini merupakan upaya konkret untuk meningkatkan transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas dalam penegakan hukum di bidang lalu lintas,” kata Surahman kepada wartawan.
Menurut Surahman, penggunaan sistem elektronik dapat mencegah potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian lalu lintas sehingga masyarakat merasa lebih nyaman dan terlindungi. Akan tetapi langkah baik ini harus diimbangi dengan infrastruktur yang mumpuni dan sosialisasi yang masif.
“Saya mendukung penuh inovasi yang mendukung reformasi di sektor penegakan hukum, terutama yang berbasis teknologi. Semoga langkah ini dapat mewujudkan lalu lintas yang lebih tertib, aman, dan modern di Indonesia,” kata Surahman.
Sebelumnya, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya resmi mengimplementasikan sistem tilang atau cakra presisi sejak Senin (20/1/2025). Sistem ini menggantikan metode tilang manual serta dikatakan menjadi upaya mewujudkan penegakan hukum yang lebih modern dan efisien.
Sistem cakra presisi terintegrasi dengan kamera ETLE yang terpasang di berbagai lokasi untuk mendeteksi pelanggaran lalu lintas secara otomatis.
Untuk mendukung implementasi ini, Polda Metro Jaya telah mewajibkan pemilik kendaraan mencantumkan nomor handphone saat pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Kebijakan ini berlaku bagi pemilik kendaraan baru maupun saat perpanjangan dan mutasi.
“Data nomor handphone yang telah terdaftar akan menjadi database utama dalam pemberitahuan ETLE digital melalui pesan WhatsApp,” ujar Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman Jumat (17/1/2025).
Penghapusan tilang manual dibarengi dengan transformasi sistem penilangan menjadi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang bertujuan untuk mengurangi interaksi antara petugas kepolisian dengan pelanggar lalu lintas untuk meminimalisir terjadinya pungli.
Aturan untuk penindakan pelanggaran di jalan dengan alat elektronik ini diatur dalam Pasal 272 UU Nomor 22 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat digunakan peralatan eleketronik, dan hasilnya dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Dalam Pasal 23 PP No.80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur juga penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan didasarkan atas hasil temuan dalam proses pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, laporan, dan/atau rekaman peralatan elektronik.
Untuk mendukung penindakan pelanggaran lalu lintas berbasis elektronik saat ini telah diterapkan ETLE statis dan mobile. Berikut perbedaan antara sistem ini. ETLE statis adalah sistem tilang yang pertama kali diterapkan di wilayah hukum Polda Metro Jaya, dan akan diterapkan di 34 Polda di Indonesia.
Pada sistem ini, kamera CCTV yang dikelola oleh petugas di Management Traffic Centre Polri akan merekam pelanggaran lalu lintas. Apabila terjadi pelanggaran, petugas akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada pemilik kendaraan yang berisi permohonan kepada pemilik kendaraan untuk mengonfirmasi pelanggaran tersebut.
Jika sudah dikonfirmasi maka pengendara akan mendapatkan kode BRIVA untuk membayar denda lewat Bank BRI, dan jika mengabaikan surat konfirmasi, atau tidak dilakukan pembayaran dendanya, sanksinya adalah pemblokiran STNK.
Sementara ETLE mobile merupakan sistem penindakan pelanggaran yang terpasang di kendaraan polisi ataupun menggunakan gawai (handphone). Penindakan tersebut hanya bisa dilakukan oleh petugas kepolisian yang berkompeten dan sudah memiliki surat tugas untuk menggunakan kamera handphone dan tercatat nomor IMEI-nya.
ETLE mobile hanya berlaku untuk menindak para pengendara yang melakukan pelanggaran seperti tidak memakai helm, melawan arus, parkir tidak pada tempatnya, dan pelanggaran-pelanggaran yang tidak terjangkau ETLE statis.
Meskipun ETLE Statis dan ETLE Mobile telah diterapkan, kedua sistem tersebut belum dapat maksimal dalam menegakkan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas.
Adapun, proses pengiriman surat tilang ke rumah pelanggar juga dinilai membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar. Latif menjelaskan bahwa pengiriman surat tilang secara manual dibatasi oleh anggaran DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran), yang dalam setahun hanya memungkinkan pihak kepolisian mengirimkan sekitar 600.000 surat tilang.
“Anggaran DIPA kami terbatas. Dengan anggaran sekitar Rp 3 miliar, hanya sekitar 600.000 pelanggar yang bisa kami tindak dengan surat tilang setiap tahunnya,” katanya.
Sebagai gantinya, Polda Metro Jaya juga akan menerapkan sistem Cakra Presisi. Dengan Cakra Presisi, pemilik kendaraan yang melanggar lalu lintas akan dikirimi notifikasi dari WhatsApp secara realtime.
Dengan sistem ini, polisi tidak perlu lagi mengirimkan surat tilang fisik ke rumah pengendara, sehingga dapat lebih efisien dalam menangani pelanggaran lalu lintas.