JAKARTA – Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka membuat kebijakan baru awal tahun 2025. Kebijakan tersebut soal efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Dalam aturan itu, Presiden Prabowo menargetkan total penghematan anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya, Rp256,1 triliun dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan Rp50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
Namun kebijakan tersebut tak berjalan mulus. Bahkan Presiden Prabowo menyebutkan ada “raja kecil” yang menghambat program itu. Padahal Prabowo mengeklaim, keputusan itu untuk kepentingan masyarakat luas. Di antaranya untuk memberi makan anak-anak serta memperbaiki sekolah.
Hal tersebut dikatakan Presiden Prabowo saat berpidato dalam Kongres ke-18 Muslimat NU di Surabaya, Senin (10/2/2025). “Ada yang melawan saya, ada, dalam birokrasi, dalam birokrasi. Merasa sudah kebal hukum, merasa sudah jadi raja kecil, ada, saya mau hemat uang. Uang itu untuk rakyat,” kata Prabowo
PDIP pun angkat bicara soal raja kecil tersebut. Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyarankan, agar Presiden Prabowo mengungkapkan sosok yang disebut sebagai ‘Raja Kecil’ yang melawan kebijakam efisiensi anggaran.
“Presiden aja harusnya tidak, apa namanya, langsung sebut saja kalau menurut saya raja kecil itu,” kata Deddy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2024).
Deddy mengatakan, jika tak mau menyebutkan nama, Prabowo bisa menjelaskan tindakan dari ‘raja kecil’ yang menimbulkan masalah. Menurutnya, hal itu perlu untuk dijelaskan kepada publik.
“Enggak usah pun nama orang, tapi kira-kira tindakannya apa, implikasinya apa, kenapa perlu Presiden harus secara publik menyampaikan itu. Kan harusnya problem begitu diselesaikan, bukan disampaikan ke publik, kan seperti itu kalau saya sih,” tukasnya.
Tingkatkan Prinsip Belanja Lebih Baik
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa, kebijakan efesiensi anggaran untuk kepentingan rakyat.
“Presiden Prabowo telah berulang kali menyebutkan bahwa ia menginginkan belanja ini menjadi efisien, lebih baik, bersih, dan terarah, terutama dalam melayani kebutuhan rakyat,” ujar Sri Mulyani dalam Mandiri Investement Forum (MIF), Jakarta, Selasa (11/2).
Sri Mulyani menambahkan, program-program prioritas dari Presiden Prabowo sedianya telah sejalan dengan desain APBN. Namun itu tak serta merta program lain yang sebelumnya dijalankan dan berdampak kepada masyarakat dihilangkan.
“Beberapa program di masa lalu akan terus dipertahankan, misalnya, seperti Kartu Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan beberapa program yang berfokus pada pertanian akan menjadi sangat penting,” jelasnya.
Pemerintah masih memandang dan meyakini sumber daya manusia memainkan peran yang penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas. Karenanya, anggaran negara akan terus mendukung peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan sosial.
Efisiensi yang dilakukan pemerintah, lanjut Sri Mulyani, juga bertujuan meningkatkan prinsip belanja yang lebih baik (spending better). Tujuannya, agar tak ada anggaran negara yang terbuang cuma-cuma tanpa memberikan dampak terhadap masyarakat dan perekonomian.
Penghematan anggaran juga sekaligus mendorong pemerintah untuk mengoptimalisasi pembiayaan inovatif yang selama ini tersedia tetapi urung dimanfaatkan dengan baik.
“Baik dalam bentuk kemitraan publik-swasta atau, bahkan dalam hal ini, menggunakan dan memanfaatkan perusahaan milik negara dengan cara yang jauh lebih baik, sehingga dapat menciptakan lebih banyak dukungan pertumbuhan dan juga dukungan pembangunan,” tukasnya.
Sedangkan ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Akhmad Akbar Susamto SE M Phil PhD mengatakan, efisensi tersebut bisa berdampak pada beberapa sektor. “Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang signifikan terhadap perekonomian,” kata Akbar dikutip dari laman UGM, Selasa (11/2/2025).
Sektor-sektor yang bisa terdampak antara lain pendidikan, kesehatan, infrastruktur pokok hingga investasi. Jika hal tersebut terjadi dalam jangka panjang maka bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Jika pemotongan anggaran tidak dilakukan secara selektif, maka dapat berdampak negatif pada investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja,” kata Akbar.
Tak hanya berdampak kepada sektor makro ekonomi, Akbar juga menyebut stabilitas sosial dan kesejahteraan masyarakat pun dapat terganggu. Menurutnya, program sosial alangkah baik tidak menjadi sasaran utama pemangkasan anggaran ini.
Apabila perlindungan sosial hingga bantuan untuk kelompok rentan dipangkas, maka daya beli masyarakat pun akan menurun. Tentunya hal ini memperlambat laju ekonomi Indonesia.
“Jika pemotongan anggaran terlalu agresif di sektor ini, maka daya beli masyarakat dapat menurun, yang pada akhirnya mengurangi konsumsi domestik dan memperlambat pemulihan ekonomi,” tuturnya.
Akbar setuju dengan kebijakan ini karena memang kondisi fiskal Indonesia membutuhkan efisiensi, terutama dalam situasi fiskal yang kurang sehat dan kebutuhan anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Akbar berpendapat pemangkasan anggaran ini harus dilakukan dengan strategi yang jelas. Jika tidak, dampak lainnya bisa memengaruhi kebijakan fiskal juga.
Contohnya berpengaruh pada persepsi investor luar dalam berinvestasi di Indonesia. Selain itu, sektor usaha swasta dikhawatirkan akan terkena ketidakpastian juga.
“Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian di kalangan dunia usaha. Karenanya, investor dan sektor swasta perlu mendapatkan sinyal bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah agar lebih cermat dan teliti lagi dalam mengatur alokasi anggaran. Jangan sampai kebijakan malah menurunkan kapasitas ekonomi nasional dalam jangka waktu panjang.
“Yang lebih penting adalah memastikan bahwa setiap rupiah anggaran yang tersedia digunakan dengan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Warga Dukung
Efen, warga asal Kemang Jakarta Selatan mendukung kebijakan Presiden Prabowo tersebut. Namun, Efen berharap, anggaran perjalanan dinas wakil rakyat juga harus turut dipotong.
“Sebagai masyarakat setuju efisiensi anggaran khususnya perjalanan dinas pejabat, anggaran DPR, DPD dan MPR. Bukan hanya daerah dan kementerian. Tapi semuanya. Wakil rakyat harus jadi contoh,” jelasnya.
Ditempat yang sama, Rifan sependapat dengan Efen soal pemotongan anggaran perjalanan dinas untuk wakil rakyat. Sebab kata Rifan, pemborosan anggaran terbesar selama ini terjadi di lingkungan Parlemen.
“Kami masyarakat biasa minta anggaran untuk wakil rakyat dipotong juga. Karena seringkali kerja jalan-jalan tidak jelas ke luar negeri. Atau kunjungan yang tidak perlu banyak sekali. Kami baca di berita seperti itu,” tegasnya.