JAKARTA – Kelompok yang menamakan diri masyarakat adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut disebut tidak terdaftar sebagai pemegang hak ulayat di Kantor Pertanahan Kabupaten Sikka.
Hal tersebut dikatakan Kuasa Hukum PT. Krisrama, Petrus Selestinus menanggapi klaim dua suku tersebut yang menamakan diri masyarakat hukum adat.
“Ternyata selama 100 tahun lebih terhitung sejak tahun 1912 sampai sekarang, tidak ada dalam kenyataannya, tidak dikenal, bahkan tidak terdaftar sebagai pemegang hak ulayat di Kantor Pertanahan Sikka,” ujar Petrus kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Atas hal tersebut kata Petrus, dapat dipastikan bahwa masyarakat yang menamakan diri adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut, tidak punya data fisik dan data yuridis.
“Atau setidak-tidaknya pernah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terkait klaim sebagai pemegang hak, terlebih-lebih tidak pernah terus menerus menguasai fisik dan produktif mengelola lahan,” tegasnya.
Dikatakan Petrus, secara faktual selama kurang lebih 100 tahun tidak pernah menunjukan eksistensinya di atas lahan HGU PT. Krisrama. Hal ini sesuai syarat yang diatur dalam pasal 18B ayat (2) dan pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960, tentang Pokok-Pokok Agraria. “Sesungguhnya kita sedang berhadapan dengan organisasi tanpa bentuk (OTB),” katanya.
Menurut Petrus, secara konstitusi terhitung sejak 18 Agustus 1945, lahan HGU Nangahale termasuk obyek yang dikuasai oleh negara. Negara berhak memberikan HGU kepada orang atau badan hukum yang secara hukum memenuhi syarat, bukan kepada pihak yang mengatasnamakan “Suku Soge Natar Mage” dan “Suku Goban Runut”.
“Pemberian SHGU oleh negara kepada PT. Krisrama pada tahun 2023, bukanlah proses yang dilalui secara instan, tetapi melalui berbagai tahapan dan kajian serta harus memperhatikan dinamika yang berkembang di lapangan, utamanya memvalidasi data fisik dan data yuridis yang dijadikan dasar dalam permohonan SHGU PT. Krisrama, yang diajukan sejak tahun 2013 atau selama 10 tahun baru diberikan SHGU,” tegasnya.
Petrus menambahkan, Pasal 18B ayat (2) UUD 45 secara tegas menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.
Ketentuan pasal 18B ayat (2) UUD 45 ini, mengkonfirmasi bahwa Kesatuan Masyarakat Adat dengan hak-hak tradisionalnya (Hak Ulayat), harus ada secara nyata dan eksistensinya harus jelas serta sejalan dengan prinsip NKRI, yaitu nasionalitas, unifikasi dan kepastian hukum, hak ulayat, hak menguasai negara atas tanah, dll.
“Dalam riak-riak kecil dan liar terkait klaim Hak Ulayat atas lahan HGU PT. Krisrama oleh sekelompok orang spekulan tanah yang menamakan diri “masyarakat adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut” telah menyita perhatian banyak pihak karena informasi yang disajikan bermuatan menyesatkan dan berpotensi menimbulkan keonaran di tengah masyarakat,” tukasnya.
Berikut legal standing PT. Krisrama dalam pemilikan dan penguasaan serta pengelolaan lahan SHGU di Nangahale, antara lain:
1. Pada tahun 1926, sebuah Petusahaan Amsterdam Soenda Compagni, menjual Perkebunan Nangahale seluas -/+ 1.438 Ha kepada Apostholishe Vicariaad van de Klaine Soenda Ellanden dengan harga F.22.500.
2. Pada tahun 1956 Vikariat Apostolik Ende, dengan surat tanggal 16 Desember 1956 No.981/V/56 mengajukan permohonan kepada Pemerintah Swapraja Sikka untuk mengembalikan sebagian tanah konsesi Nangahale seluas -/+ 783 Ha dan permohonan tersebut disetujui oleh Pemerintah Swpraja Sikka dengan Surat Keputusan tgl. 18/12/1956 No. : 3/DPDS.
3. Pada tahun 1979, setelah diberlakukan UU Pokok Agraria, terbitlah Kepres No. 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak barat maka Pemegang Konsesi (Keuskupan Agung Ende) mengajukan permohonan HGU atas tanah Perkebunan Nangahale.
4. Pada tanggal 20 Juli 2023 Negara melalui Kepala Kantor Wilayah Provinsi NTT dengan Surat Keputusan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi NTT No. 01/HGU/ BPN.53/VII/2023, tertanggal 20 Juli 2023, mengeluarkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT. Krisrama seluas 3.258.620 M2.