LABUAN BAJO – Labuan Bajo telah menjadi kota super premium. Pembangunan di ibukota Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) ini begitu pesat. Baik infrastruktur jalan maupun perhotelan.
Namun di tengah maraknya pembangunan, terlihat begitu banyak kejanggalan yang melanggar aturan. Sebut saja soal pemanfaatan ruang laut.
Salah satunya adalah reklamasi teluk oleh pihak Mawatu Resort di Ketentang, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo yang diduga melanggar aturan.
Pantauan Journalpost.id di lokasi pada Kamis, 13 Maret 2025, terlihat teluk yang begitu indah dengan warna biru lautan telah dipagari. Barisan batu terlihat membentuk garis pemisah lautan dan daratan yang bakal direklamasi.
Reklamasi ini sebenarnya bersamaan dengan pembangunan Mawatu Resort yang yang tampak belum rampung. Perancah berdiri kokoh di mana-mana. Para pekerja pun terlihat lalu lalang menjalankan tugasnya masing-masing. Sebab terdengar dentuman bunyi palu pertanda pembangunan resort itu begitu serius.
Journalpost pun mengabadikan setiap momen aktivitas para pekerja tersebut. Terlihat air laut begitu tenang sebelum hilang ditelan reklamasi kelak.
Paskal, seorang warga yang menikmati indahnya biru laut teluk itu berharap reklamasi tidak dilakukan. Dia berharap ruang laut tetap utuh sebagaimana ciptaan asalinya.
“Semoga tak ada daratan buatan di sana. Teluk yang indah itu biarkan tetap utuh. Jangan dinodai dengan daratan buatan demi cuan,” tegasnya.
Journalpost pun berusaha menemui pihak Mawatu resort untuk menanyakan izin reklamasi tersebut. Namun Koordinator Lapangan Proyek Pembangunan Mawatu Resort bernama Alfred tidak bisa ditemui media.
Saat ditanyakan kepada pihak sekuriti yang enggan menyebutkan namanya mengaku Alfred tidak berada di lokasi. Dia berdalih tengah mengikuti rapat di tempat lain. Namun tak menyebut lokasi rapat Alfred.
Sang sekuriti pun menebar janji bahwa Alfred bis ditemui pada Sabtu, 15 Maret 2025. “Lusa baru bisa ketemu Pak Alfred,” ujar sang sekuriti dengan nada meyakinkan.
Janji adalah utang. Journalpost pun kembali menyambangi Mawatu resort untuk menemui Alfred pada Sabtu, 15 Maret 2025. Namun sang sekuriti kembali berdalih bahwa Alfred telah berada di Jakarta.
Namun sang sekuriti tak memberi jawaban saat ditanyakan berapa lama Alfred berada di kota yang dipimpin Pramono Anung itu. “Pak Alfred ada ke Jakarta,” katanya.
Journalpost pun berusaha menghubungi Alfred lewat nomor whatsappnya, namun enggan merespon. Kendati pesan tersebut bercentang dua dengan warna abu, bertanda pesan masuk. Alfred memilih tidak membaca.
Polemik reklamasi ini malah mendapat dukungan dari pemerintah daerah (Pemda) Mabar. Bupati Mabar, Edistasius Endi menyebut reklamasi bukanlah hal yang haram. Hal tersebut dikatakan pria yang akrab disapa Edi itu usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Manggarai Barat, Rabu, 5 Maret 2025.
Sementara Ketua DPRD Mabar, Benediktus Nurdin tak menjawab pertanyaan yang dilayangkan Journalpost. Dia hanya berdalih akan menanggapi tanpa kejelasan. “Nanti akan kami tanggapi,” kata Nurdin kepada Journalpost, Kamis, 13 Maret 2025.
Journalpost pun kembali menghubungi Nurdin pada Sabtu, 15 Maret 2025, Nurdin memilih bungkam mengomentari soal reklamasi tersebut. “Maaf, kami belum bisa menanggapi. Kami butuh pendalaman,” katanya.
Begitu pula saat Journalpost menemui Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Mabar, Gatot Suyanto. Gatot lebih memilih bungkam dan meminta tidak menulis kasus reklamasi tersebut. Hal tersebut diutarakan Gatot di ruang kerjanya, Rabu, 12 Maret 2025.
Transparan
Namun pernyataan Bupati Mabar mendapat kritikan dari anggota Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikma dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhamadyah, Parid Ridwanuddin.
Bagi Parid, Bupati Edi tidak paham makna kata haram itu sendiri. “Pemimpin publik itu kan diskusinya bukan di soal haram atau tidak haram. Karena itu sudah masuk di wilayah hukum, yang mungkin dia sendiri tidak paham maksudnya, haram itu apa,” Kata Parid , Senin, 10 Maret 2025.
Pada prinsipnya kata Parid, selama kebijakan itu merusak lingkungan, menggusur lahan orang merupakan sesuatu yang haram.
“Haram itu kalau dibawa ke diskursus yang kontemporer harus dilihat punya keterhubungan dengan isu lingkungan,” katanya.
Parid pun meminta Bupati Edi transparan dalam mengambil kebijakan. Terutama dalam melibatkan publik sebelum mengambil keputusan.
“Apakah selama ini transparan enggak? Proses pengambilan keputusannya. Harusnya itu yang harus disampaikan, bukan menyampaikan pernyataan yang mungkin dia sendiri tidak paham apa yang dimaksud harap itu apa, halal itu apa,” tegasnya.
Lebih jauh Parid mendesak pembangunan Mawatu resort dan reklamasi dihentikan. Sebab hal tersebut merusak lingkungan khususnya ruang laut.
“Saya yakin kalau dibangun terus, Labuan Bajo akan semakin menjauhkan masyarakat yang merupakan tuan rumah di situ,” tukasnya.