LABUAN BAJO – Kelompok Nelayan Mitra Bajo menolak reklamasi pantai Mawatu oleh pihak Mawatu Resort yang terletak di Ketentang, Desa Watu Cermin, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT.
Penegasan penolakan tersebut disampaikan oleh Sekertaris Kelompok Nelayan Mitra Bajo, Mustafa kepada Journalpost.id di rumahnya di Kampung Baru, Desa Gorontalo, Rabu (26/3/2025) malam.
Bagi Mustafa, pihaknya menolak reklamasi setelah mengetahui dampak negatif untuk masa depan. Meskipun kata Mustafa, masih ada kelompok nelayan lain yang belum bersuara atas proyek tersebut.
“Saya selaku nelayan, mewakili seluruh nelayan khususnya, terlepas dari teman-teman nelayan yang lain yang sudah berbicara mengenai hal ini atau tidak, tapi terkhusus kami; kelompok Nelayan Mitra Bajo, kami sebagai nelayan menilai, berbicara tentang reklamasi itu pasti ada dampak buruknya, kami nelayan tidak menyepakati ini (reklamasi) terus berlanjut,” tegasnya.
Menurut Mustafa, reklamasi merugikan para nelayan secara ekonomi. Kemudian reklamasi bisa merusak ekosistem laut, terutama menghambat pertumbuhan terumbu karang akibat pengerukan pasir dan aktivitas manusia yang mengganggu keseimbangan ekosistem.
Dikatakan Mustafa, adanya reklamasi tersebut membuat zona tangkapan ikan para nelayan harus bergeser. Hal itu membuat ruang gerak para nelayan makin kesulitan.
“Kami minta Polair jangan menagkap kami ketika kami menangkap ikan dengan peralatan tidak ramah lingkungan, ya bagaimana kami mau ramah lingkungan, tempat kami menangkap ikan dengan mudah dan ramah lingkungan itu sudah dibatasi,” tegasnya.
“Kalau berbicara reklamasi kami sebagai orang awam, itu tidak ada bagusnya, artinya berbicara reklamasi bicara ada orang yang diuntungkan dari reklamasi itu, kemudian yang dirugikan dari reklamasi itu kan selalu orang yang di bagian bawah,” keluhnya.
Ia juga menekankan bahwa apabila proyek ini tetap berlanjut, maka perlu ada perhatian serius terhadap dampaknya. “Kalaupun aktiavitas ini terus berlanjut mohon diperhatikan sebaik-baiknya terhadap dampak, apakah ini baik atau buruk, untuk kelangsungan hidup nelayan,” jelasnya.
Selain itu, Ia juga mencontohkan kasus yang pernah terjadi sebelumnya, di mana pihak kepolisian menangkap sejumlah alat tangkap yang dianggap merusak terumbu karang.
“Jika yang dilakukan Polair dalam melindungi terumbu karang dianggap benar, maka reklamasi yang jelas-jelas mengganggu ekosistem laut juga harus dipertimbangkan dampak buruknya terhadap kami nelayan,” bebernya.
Terkait pernyataan Bupati yang menyebut bahwa reklamasi bukanlah aktivitas yang haram, nelayan tersebut menilai bahwa pemerintah daerah seharusnya lebih bijak dalam menyikapi persoalan ini.
“Saya pikir soal halal dan haram itu bukan ranahnya bupati, pastinya pa bupati di sini bisa lebih bijak melihat persoalan ini, karena terus terang, pa bupati juga hari ini duduk di kursi bupati juga karena suara para nelayan,” tukasnya.