POTA – Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Desa Nanga Mbaling, Kecamatan Sambi Rampas, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disebut tak pernah dievaluasi. Dana yang perlu dievaluasi tersebut khusus pengelolaan BumDes tahun anggaran 2018-2019 silam.
Hal tersebut diutarakan sumber Journalpost.id yang merupakan warga Desa Nanga Mbaling pada Minggu (20/1/2025). “Sejak tahun 2018-2019, kalau tidak salah artinya tidak dievaluasi,” kata warga yang tak mau disebutkan namanya itu.
Dia menduga ada penyelewengan dalam pengelolaan dana BumDes tersebut. “Karena tidak transparan kepada masyarakat dana BumDes di desa kami ini,” tegasnya.
Diketahui, BumDes Desa Nanga Mbaling dibentuk pada tahun 2016-2017 silam. Saat itu Kepala Desa dijabat Anwar. Alokasi anggaran untuk BumDes Rp100 juta. Dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), anggaran tersebut bisa ditambahkan apabila BumDes berjalan bagus.
“Berjalan satu tahun kerja pengurus melakukan program kerja dengan pembelian hasil pertanian berupa padi dengan keuntungan Rp4 juta lebih kurang,” bebernya.
“Karena kurang maksimal pembelian padi, akhirnya pengurus melakukan perubahan program dengan pengadaan bibit bawang. Tapi sampai sekarang belum ada evaluasi capaian kinerja pengurus,” tambahnya.
Masyarakat Desa Nanga Mbaling pun berharap kepada aparat penegak hukum (APH) melakukan penyelidikan terhadap pengelolaan BumDes tersebut.
“Harapan Kami dari masyarakat untuk meminta kepada pihak yang berwajib dalam hal ini Kejari Reok untuk panggil ketua BumDes, Desa Nanga Mbaling untuk dipertanggungjawabkan terkait dana BUMDES tersebut,” tukasnya.
Media ini telah menghubungi Ketua BumDes namun yang bersangkutan tidak menjawab.
Diketahui, dasar hukum pendirian BumDes diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 ini, dapat menjadi payung hukum sebuah BUMDes yang dapat dijadikan pedoman agar lebih tertata dan dapat terarah dalam pengelolaannya.
Dalam PP ini diatur juga struktur organisasi BUMDes terdiri atas Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa, penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas.
Dalam BAB IV Pasal 16 PP tersebut menyebutkan bahwa Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa dihadiri oleh badan permusyawaratan desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
“Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa memiliki wewenang menetapkan pendirian BUMDes, menetapkan anggaran dasar BUMDes serta perubahannya, dan beberapa tugas lain,” demikian bunyi pasal 17 PP itu.