JAKARTA – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Buleleng Jaya (ABJ) kembali melaporkan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di lingkungan pemerintah daerah (Pemda) Buleleng kepada Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (22/4/2025).
Tak hanya kepada Presiden, ABJ juga melaporkan ke Kapolri, Kejaksaan Agung, Polda Bali dan Kejaksaan Tinggi Bali. “Pemkab Buleleng sebagai terlapor,” ujar Ketua ABJ, Ketut Yasa kepada wartawan.
Dalam laporannya, Ketut menegaskan bahwa situasi Buleleng saat ini darurat korupsi. Dia pun menyoroti beberapa kasus di wilayah Buleleng. Di antaranya kasus yang menjerat Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng Fahrur Rozi yang terseret kasus gratifikasi senilai Rp24,4 miliar.
Kemudian kasus mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Bali, Dewa Ketut Puspaka yang terlibat dugaan korupsi sebesar Rp16,9 miliar. Selain itu kasus korupsi perizinan rumah subsidi yang diduga melibatkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, Made Kuta.
Namun kata Ketut, dugaan korupsi besar di Buleleng tak hanya tiga kasus di atas. Salah satu proyek yang perlu diselidiki adalah pembangunan pasar Banyuasri di Jalan Ahmad Yani Singaraja yang digarap pada November 2019, dan diresmikan Gubernur Bali pada 30 Maret 2021.
Menurut Ketut, luas bangunan pasar tersebut 6.350 M2 sesuai Peraturan Bupati Buleleng Nomor 70 Tahun 2023 Tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Buleleng Nomor 27 Tahun 2023 tentang Analisis Struktur Belanja dan Harga Satuan Pokok Kegiatan, Lampiran II HSPK 002 Pembangunan Gedung. Ketut menduga terjadi mark up sebesar Rp116 Miliar lebih.
“Estimasi biaya pembangunannya adalah 6.350M2 x Rp6.803.00 = Rp43.199.050.000. Mengapa pembangunan Pasar Banyuasri sampai menghabiskan anggaran Rp159.552.880.530?,” tanya Ketut.
Dikatakan Ketut, kontraktor pembangunan pasar tersebut adalah PT. TJS (Group). Apalagi PT tersebut mengerjakan setiap proyek besar di Buleleng. Sebut saja IRD RSUD Kabupaten Buleleng tahap I, pembangunan Kolam Renang Pidada, dimana galian tanah di Basemant IRD RSUD dibawa sebagai urugan tanah di Kolam Renang Pidada. Kemudian IRD RSUD tahap II dan Pembangunan RTH Taman Bung Karno.
“Kecurigaan kami sangat kuat adanya konspirasi, korupsi, dan kolusi karena semua proyek digarap oleh satu perusahaan konstruksi yang sama,” jelasnya.
Ketut juga menyoroti kasus penyerobotan tanah negara seluas kurang lebih 40 hektar yang terletak di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali.
Pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini kata Ketut adalah anggota LSM, Pengacara, Oknum Kejaksaan, dan Kepolisian Buleleng. “Kerugian negaranya di atas Rp500 Miliar,” tukasnya.